Home » » Kongres PSSI dan Penumpang Gelap

Kongres PSSI dan Penumpang Gelap


Kongres PSSI dan Penumpang GelapPerang mengakibatkan moral menjadi bahan tertawaan.
(Emmanuel Levinas, filsuf Perancis)
 /
Hingar bingar soal kisruh persepakbolaan nasional saat ini sepertinya tak pernah berhenti. Berita di media massa selalu, hampir berimbang dengan kasus korupsi, gejolak partai politik atau skandal artis. Tak ada organisasi olahraga yang begitu menyita perhatian seperti PSSI.

Kondisi terkini soal Kongres yang disepakati pada 18 Febuari 2013 oleh dua kubu berseberangan yaitu PSSI dan KPSI (Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia) untuk digelar pada 17 Maret 2013 mendatang. Angin sejuk serasa berhembus di tengah gersangnya suasana. Kongres yang diharapkan mengakhiri segala kisruh, apalagi Nota Kesepahaman (MoU) yang ditandatangani oleh kedua petinggi kubu di hadapan AFC di Kuala Lumpur, 7 Juni 2012 seperti terendapkan oleh berbagai tafsir.

Namun angin sejuk itu hanya sesaat saja, ketika tiba-tiba muncul pernyataan dari FIFA lewat emailnya tertanggal 22 Februari 2013 yang disampaikan Primo Corvaro, Head of Member Associations FIFA, yang menyatakan kongres itu KLB. Sikap yang inkonsisten dalam penilaian KPSI, dan wajar saja jika mereka lalu bersikap untuk tidak menerima status KLB itu.

Namun, terlepas bagaimana nanti status kongres 17 Maret 2013 mendatang, perlu dicermati hal yang akan jadi masalah besar di masa mendatang yaitu soal peserta kongres.

Status PSM

Setelah kesepakatan kedua pihak itu, Menpora Roy Suryo menyatakan akan bertanggungjawab terhadap pelanggaran Statuta yang terjadi terkait dengan waktu pemberitahuan kongres kepada anggota yang seharusnya sebulan (30 hari) sebelum pelaksanaan. Ketentuan ini diatur dalam pasal 29 ayat 3 tentang Kongres Biasa.

Sedangkan untuk KLB diatur dalam pasal 31 ayat 3 yang menyebutkan bahwa Anggota akan diberitahukan mengenai tempat, tanggal, dan acara kongres sekurang-kurangnya 4 (empat) pekan sebelum tanggal Kongres Luar Biasa.

Masalah yang ada tidak hanya soal pemberitahuan waktu dan tempat untuk kongres, tapi pada status keanggotaan bagi mereka yang akan turut sebagai peserta dan punya hak suara di kongres. Dalam MoU ditentukan, juga surat FIFA bahwa peserta kongres adalah pemilik suara seperti dalam KLB Solo.

Artinya, PSSI tidak bisa memakai pemilik suara yang hadir dalam dua kongres sebelumnya yaitu di Palangkaraya pada Maret dan Desember 2012 lalu. FIFA sendiri tidak pernah mengakui adanya dua kongres itu, yang terbukti hanya menyebut Kongres Bali sebagai kongres tahunan terakhir (dalam suratnya ke PSSI tertanggal 13 Januari 2012) dan KLB Solo saja dalam surat berikutnya hingga 13 Februari 2013 lalu.
KLB Solo diikuti oleh 100 peserta, semestinya 101 tapi Arema tidak ikut karena menggugurkan dirinya sendiri sebagai peserta akibat dualisme yang terjadi di klub itu.

Dalam Statuta PSSI disebutkan 108 anggota yang punya hak suara, termasuk 5 asosiasi yang hingga kini belum terbentuk. Sehingga dalam beberapa kali kongres hanya 103 pemegang suara saja yang diundang. Di KLB Solo diundang 101 voter karena dua klub yaitu Persema Malang dan Persibo Bojonegoro sudah dipecat keanggotaannya lewat kongres Bali.

Salah satu voter KLB Solo adalah PSM Makassar yang dipecat oleh Exco PSSI era Nurdin Halid, dan kemudian oleh Komite Normalisasi (KN) dipulihkan keanggotaannya. Seharusnya pemulihan hak sebagai anggota tidak serta merta memberikan hak suara kepada PSM, karena sesuai Statuta yang berhak ikut Kongres dan memiliki hak suara adalah 18 Klub yang berkompetisi di Liga Super, 16 Klub yang mewakili Divisi Utama, 14 Klub yang mewakili Divisi 1 dst, dan pada saat itu dimana posisi PSM? Sehingga keputusan KN yang menyatakan PSM saat itu diakui punya hak suara dalam KLB Solo seperti 99 voter lainnya adalah sebuah kesalahan besar yang bertentangan dengan Statuta.

Sebagaimana diketahui pada saat itu PSM adalah klub yang sudah menyatakan mundur dari ISL lalu bergabung ke LPI. Selain dipecat oleh Komisi Disiplin juga dihukum harus berkompetisi di Divisi I. Sehingga pada saat status keanggotaanya dipulihkan, PSM masih berkompetisi di LPI yang sebelum kongres merupakan liga ilegal.

Berpatokan pada kondisi seperti itu, PSM bisa diibaratkan sebagai penumpang gelap dalam KLB Solo.

Kloningisasi

Bagaimana dengan penentuan peserta kongres 17 Maret mendatang? Pemerintah telah membentuk tim verifikasi yang terdiri dari KOI, PSSI dan KPSI untuk memverifikasi siapa yang berhak ikut kongres. Artinya akan mengecek secermat mungkin bahwa benar klub atau pengurus provinsi mana yang ikut dalam KLB Solo lalu.

Di klub saja, selain masalah PSM seperti disebut di atas, selama kepemimpinan Djohar Arifin telah terjadi pengkloningan atas sejumlah tim seperti Persija Jakarta, Arema Malang, PSMS Medan dan Persebaya. Untuk kasus Persija telah diputuskan oleh pengadilan bahwa Persija pimpinan Ferry Paulus yang berhak menyandang nama itu. Namun PSSI Djohar Arifin tak mengindahkan ketentuan itu, Persija abal-abal tetap boleh berkompetisi di IPL yang jadi kompetisi resmi PSSI.

Tak hanya klub yang mengalami pengkloningan, tapi juga terjadi pembekuan Pengprov-Pengprov yang dianggap mbalelo karena bergabung ke KPSI. Mereka lalu membentuk Forum Pengurus Provinsi yang menyerukan KLB dalam Rapat Akbar Sepakbola Nasional, yang kemudian melahirkan KPSI.

Meski Pengprov-Pengprov itu telah menempuh jalur hukum, artinya secara damai dan tidak menimbulkan kerusuhan mencari penyelesaian ke BAORI (Badan Arbitrase Olahraga Indonesia) yang dibentuk KONI. Apa lacur, keputusan BAORI yang menggugurkan pembekuan PSSI, seperti pada Pengprov Jawa Barat, Jambi dan Sumatra Utara tidak diakui oleh PSSI. Maka terjadilah imbasan kisruh keluar ranah organisasi seperti apa yang terjadi dalam cabang sepakbola di PON Riau tahun lalu.

Masalah makin bertambah rumit dengan adanya surat dari FIFA lewat email Corvaro itu yang selain menyebut status KLB juga keanggotaan voter secara lembaga, dan bukannya perorangan. Jika ini diterjemahkan lebih lanjut, ini jelas menguntungkan Djohar Arifin cs dari segi voter yang berasal dari Pengprov. Secara kelembagaan banyak yang sudah dibekukan dan diganti dengan yang baru sesuai keinginan Djohar Arifin.

Sungguh terjal perjalanan menuju kongres 17 Maret 2013 mendatang. ***

0 comments:

Posting Komentar

Jangan Berkomentar Menggunakan Link Aktif!
Blog ini dofollow, silahkan gunakan opsi Name/URL !